Jejak Kaki Dy
Seseorang yang hidup di bumi, terkadang
tidak pernah memahami kapan dia akan pergi untuk benar-benar pergi meninggalkan
indahnya sapaan mentari, perginya sang fajar yang menyingsing ke ufuk barat,
dan nikmatnya kedua bola mata yang selalu berkedip mengiringi sang fajar.
Cerita ini berawal dari suatu perjalanan
seseorang ke lokasi Bukit Tinggi, Tenggarong.
Sebut saja dia Dy.
Disaat waktu berlibur kuliah yang bertempatkan
di Samarinda, Dy mencoba menenangkan pikiran ke kota Tenggarong ke tempat
keluarganya, dengan membawa ransel yang sejak lama ia pakai, dengan menggunakan
kendaraan bermotor yang cukup tangguh ia memulai perjalanannya.
Sesampainya ia di Tenggarong, Dy menyandarkan
badannya kesebuah kasur hangat yang telah lama menantinya, dengan menatap ke
langit-langit atas ia mencoba untuk memejamkan mata, sesaat setelah dia hampir
terlelap untuk tertidur, tibalah seorang di balik pintu mengetuk hingga
memanggil namanya, "mas... mas... mas... engkau telah balik dari
perkuliahanmu?" sesaat Dy mendiamkan panggilan itu seakan ia mengenal
suara itu, lama kemudian ia membuka pintu itu, dan melihat keluar, dan
ternyata orang itu telah tidak di depan pintu lagi, sesaat ia membuka pintu,
terdengar pula suara pintu tertutup dari kamar kedua, lalu Dy dengan
penasarannya ia mendatangi pintu itu dan langsung membuka, dan ternyata benar
ia menemukan sosok suara yang telah memanggilnya, Dy dengan rasa sangat yakin
akan suara itu bertanya”ada apa kau memanggil ku?”, lalu Agung (adik sepupu Dy)
menjawab “tak apa hehe… temani aku pergi ke bukit tinggi, mau?”, dengan cekatan
Dy pun menjawab “maulah…”, karena sejak lama Dy menginginkan untuk menaiki
bukit tersebut.
Dengan sangat bersemangat ingin mengabadikan momen saat-saat
di atas puncak bukit, Dy hanya berbekal kamera yang di masukkan ke dalam ransel
Dy dan Agung memulai perjalanan dengan menggunakan kendaraan yang sama ia pakai
saat hendak ke Tenggarong.
Di perjalanan Dy mencoba mengarahkan sepeda motornya kearah
menuju bukit tinggi, dan masih meraba-raba jalan menggunakan maps google, sambil
bertanya-tanya kepada penduduk sekitar, Dy dan Agung melanjutkan perjalan hingga
sampai di kaki bukit, dan memarkirkan motor di dekat perumahan penduduk.
Setelah turun dari motor kami langsung di suguhkan dengan
jalan setapak yang cukup rapi dengan panorama dua jalur kosong yang seakan
jalanan itu hanya kami yang memilikinya.
Komentar
Posting Komentar